Laman

Hikmah Ikhlas

Selasa, 27 Maret 2012

Cinta Penyulam Kata


Oleh: Ica Alifah

            Aku masih terduduk di sudut kamar, menggenggam handphone yang setiap saat menemaniku. Hubungi lagi atau tidak sama sekali? Aku membatin. Apa yang harus aku lakukan? Galau.
“Aku merasa kau tak pernah percaya padaku. Apa karena aku penulis cerita lalu kau anggap semua ceritaku hayalan saja?” SMS marahku padanya. Pada lelaki yang mengaku mencintaiku karena aku pandai menyulam kata.

            “Kau yang tak pernah percaya padaku…! Kenapa tidak pernah jujur?” dia membalas SMS-ku.
            “Tentang apa?”
            “Tentang perasaanmu padaku.”
            “Lalu, jika aku jujur apa yang akan terjadi? Tak akan merubah apa-apakan?”
            “Paling tidak aku tahu perasaanmu, dan aku bisa bersiap-siap.”
            “Tahu ataupun tidak, kau memang harus bersiap-siap. Entah untuk siapa.” Jawabku ketus.
            Dia diam saja.
            Lincah jari-jemariku menekan-nekan tombol HP. Tak tahu dari mana bisa kata-kata itu mengalir dengan cepatnya.
            “Kau tahu? Setiap sudut hatiku telah kau isi. Setiap kali mengingatmu dadaku terasa sesak. Lalu apa yang harus aku lakukan?” cepat-cepat kutekan tombol send, agar tak berubah pikiran untuk tak jadi mengirimkannya.
            Aku ingin sekali menangis, tapi untuk apa? Untuknya… lelaki yang menghiasi hari-hariku hanya dengan kata? Pikiranku menerawang saat bersamanya. Entah mengapa aku merasa begitu mengenalnya. Padahal kami tak pernah bertemu. Setiap kali terbentur masalah aku selalu mengirimkan SMS padanya. Dan dia selalu menenangkan hatiku. Aku masih ingat betapa senangnya hatiku, saat dia mengirimkan sebuah pesan.
            “Aku ingin kau menjadi ibu untuk anak-anakku.”
Ah… rasanya tubuhku melayang. Tak pernah ada yang mengirimkan kata seindah itu padaku. Tidak juga gombalan. Semenjak hari itu aku sangat berharap suatu hari nanti akan bersanding dengannya. Menjadi ibu bagi anak-anaknya. Tapi… kini harapanku sirna. Dia tidak siap dengan pernikahan. Bukan… bukan tidak siap, hanya belum siap. Kupandangi lagi layar HP-ku.
Tak berapa lama, balasan SMS-nya pun muncul.
            “Seandainya bisa bersabar sedikit saja.”
            “Apa maksudmu dengan bersabar. Apa kau menginginkanku menunggumu? Lantas, berapa tahun aku harus menunggu, 3 tahun atau 4 tahun?” kubalas SMS-nya.
            “2-3 tahun.” Jawabnya.
            “Kau tak tahu apa yang aku rasakan…! Aku tidak bisa menunggu selama itu. Harus aku apakan rasa yang membuncah ini? Jika kutahu akan seperti ini, lebih baik dulu aku tak usah mengenalmu.” Jari-jariku lemas mengetikkannya, separuh nyawaku pergi.
   Kuletakkan HP-ku lalu duduk menyandar di dekat jendela, pandanganku menuju ke arah langit. Awan mendung bergerak tertiup angin. Hah… alam saja turut dalam kesedihanku. Perlahan butiran bening mengalir di kedua pipiku. Hangat. Ini tangisan terakhirku untukmu. Kuambil ponselku, lalu kubuka phonebook-nya, kutekan sebuah tombol. Delete.
           
Biodata Ica Alifah
Penulis asal kota Pekanbaru yang terlahir dengan nama Lysa Simanjuntak ini merupakan mahasiswi Program Pascasarjana IPB (Institut Pertanian Bogor). Anak ke-2 dari Pasangan Ir. Hazairin Simanjuntak, M.Si dan Nuryalis ini mengawali prestasinya dengan juara III lomba menulis cerita pendek Islami Lazuardi Birru tahun 2011. Antologi pertama penulis dengan judul Dear Love telah terbit dan dapat dibeli di toko buku kesayangaan anda. Di susul dengan antologi kedua, tiga dan empat, masing-masing dengan judul: Serba Serbi Ujian Nasional, Bingkai Rindu Samara, Inspirasi Menulis dan Dalam Genggaman Tangan Tuhan. Segera menyusul enam antologi bersama teman dalam proses terbit. Email penulis ica.alifah@yahoo.com akun FB: Ica Alifah atau kunjungi penulis di http://akhowatberhatibaja.blogspot.com


3 komentar:

  1. keren...
    pengen bljr nulis kyk mbk gmn y...

    BalasHapus
  2. keren...
    pengen bljr nulis kyk mbk gmn y...

    BalasHapus
  3. (cepat-cepat
    kutekan tombol send, agar tak berubah pikiran
    untuk tak jadi mengirimkannya).
    Sederhana. Tapi mampu membuat aku tersenyum...

    BalasHapus