Laman

Hikmah Ikhlas

Selasa, 01 Februari 2011

Lomba FF tentang perjodohan hasfa publish (Parjodohanku)

Perjodohanku

Disaat masih remaja, ketika teman sebayaku sibuk berpacaran, aku menyibukkan diri dengan belajar. Lalu disaat teman seusiaku sibuk dengan pernikahan, aku masih sibuk dengan perkuliahanku. Kini disaat teman seumuran denganku sibuk menggendong anak. Lagi-lagi aku masih seperti dulu. Menuntut ilmu. Pilihan yang sulit memang. Tapi sudah kupertimbangkan dengan matang. Toh jodoh tak akan kemana.

“Mau sampai kapan kamu sendiri nak.” Ucap ibu dari sambungan telepon.
“Tenanglah bu, kalau jodoh nggak bakal kemana.”
“Sudah dari 5 tahun yang lalu jawabanmu begitu terus. Kamu usaha dong, cari pacar yang baik lalu menikah.” Ibu menasehati.
“Pacaran itu setelah menikah bu.”
“Terserah kamu saja. Yang penting cepat menikah. Umurmu sudah hampir kepala tiga Syah, ibu sudah ingin menggendong cucu. Titik.”
“Tut… tut… tut.“ Sambungan telepon terputus.
27 tahun, usia yang tak bisa dibilang muda lagi. Suatu kali seorang adik kelasku berkata. “Kak jika diumur 24 tahun ada lelaki baik yang melamar pamali lho kak kalau ditolak. Jika umur kakak sudah lewat 26 tahun maka putuslah harapan. Begitu lho kata orang tua dulu.” Mungkin benar, sebab perkataan orang-orang tua dahulu itu merupakan suatu hal yang umum terjadi, petuah yang terkadang kebenarannya mendekati 90%. Tapi tetap saja jika jodoh tak akan kemana. Semuanya akan indah bila tiba waktunya.
***
“Assalamu’alaikum… Syah pulanglah.” Ibu menelponku lagi.
“Tapi bu, belum waktunya liburan.”
“Ibu mau mengenalkan kamu dengan anak teman ibu, Yazid namanya. Nanti kalau kamu sudah lihat orangnnya baru kamu putuskan menerima atau tidak. Sekarang, pulanglah dulu.”
“Haah…. Ibu mau jodohin Hafsyah? ogah bu… Syah nggak mau. Nanti Syah cari sendiri saja. Insya Allah tahun ini bu, Syah janji.” Aku mengelak dari perjodohan itu.
“Pokoknya kamu harus pulang kalau tidak mau jadi anak durhaka…!” “Astaghfirullah, jangan bilang begitu bu. Baiklah Syah akan pulang.”
***
Aku, ibu dan ayah telah duduk di ruang keluarga. Menanti kedatangan Yazid dan keluarganya. Untuk jatuh cinta adalah hal yang mudah bagiku jika dia sudah menjadi suamiku. Tapi dari awal tentu aku harus punya alasan yang kuat untuk menerimanya. Lelaki macam apa dia. Zaman seperti ini mau-maunya dijodohin. Aku membatin.
Tak berapa lama, rombongan lelaki pun datang. Aku tertunduk malu… rasanya tak siap dengan apa yang akan terjadi hari ini. Ya Rabb. Benarkah yang aku lihat. Rasanya mau pingsan. Ternyata Yazid itu adik kelasku ketika masih di Pascasarjana. Mengapa mesti yang lebih muda dariku. Lagi-lagi aku membatin.
Selama aku sibuk berbicara dalam hati dengan diriku sendiri. Kedua keluarga membuat kesepakatan. Dan akhirnya mereka menanyakan kesediaanku.
“Jadi menurutmu bagaimana Hafsyah? Ayah Yazid bertanya.
Ibu melirikku. Kulihat lirikannya penuh arti, mungkin maksudnya: terimalah nak, jangan permalukan ibumu…Yazid itu anak yang baik dan soleh, tampan lagi. Terimalah… ibu mohon. Aku tak tahu harus bilang apa. Tapi tak ada alasan untuk menolak Yazid. Perkara umur bukan alasan yang baik untuk menolak.
Bismillah…. Baiklah saya terima.” Ujarku singkat.
 Kulihat wajah ibu sangat gembira mendengar keputusanku. Semua orang yang ada di dalam ruang keluarga mengucap hamdalah.
Perjodohan ibu berhasil.
***
Lima tahun berselang. Keluarga kecil kami bahagia. Suamiku mencintaiku setulus hati. Aku satu-satunya wanita yang pernah mengisi hatinya. Alhamdulillah.***



Cerita ini di ikutsertakan pada lomba cipta flash fiction perjodohan oleh Hasfa Publisher

20/3/2011
Naskah ke-4 yang aku tulis setelah belajar di SMCO termasuk 292 Besar dari 481 Naskah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar