Laman

Hikmah Ikhlas

Jumat, 04 Maret 2011

Menantu Impian Ibu



Kenyataan yang membuat kehidupan manusia akan tersusun atas keresahan, keraguan, atau kegelisahan. Kenyataan terus menerus yang katanya harus diatasi dengan “sarang” yang kokoh bernama “keluarga” bersama “teman” bernama “pasangan hidup”.
- Muhammad Quthb-

Sebuah pernyataan yang benar-benar mengusikku, entah mengapa. Tetapi mungkin bukan aku saja… banyak orang akan merasakan hal yang mungkin kurang lebih sama ketika membaca kenyataan pada sepenggal paragraf yang dituliskan Muhammad Quthb itu. Sebuah kenyataan yang benar adanya. Sungguh benar adanya.

Adakah salah bila hati rindu menikah??? Aku tak bisa menjawabnya. Kenyataan ini benar-benar lucu bagiku. Ya walau sebenarnya bukanlah hal yang lucu, seseorang diusia sepertiku telah memikirkan tentang sebuah pernikahan adalah hal yang lumrah. Sudah cukup umur kata orang-orang. Namun mungkin berbeda jika orang itu aku. Memang mengapa, apa salahnya?? Entahlah aku pun tak tau.
“Wah… hati-hati nih, udah kena sindrom…!” Sapa temanku dari seberang pulau.
“Sindrom apa?” tanyaku pura-pura tidak tau. Padahal aku mengerti apa maksudnya. Hanya saja kenapa banyak yang protes jika itu terjadi padaku. Aku membatin.
“Ah… enggak. Nggak apa-apa.” Jawabnya.
Di juga jadi pura-pura gk tau. Biarkan saja.
Dilain kesempatan seorang sahabatku menanyakan bagaimana kriteria seorang pendamping yang aku impikan. Kalau persyaratan yang menjadi harga mati tentu saja Agamanya. Dia menjadi imam di rumahmu dan membantumu menuju surga dengan visi dan misi yang telah kalian sepakati bersama. Sakinah bersamanya. Namun disamping itu, tentu ada persyaratan lainnya ujar sahabat baikku itu. Aku bingung menjawabnya. Aku bukan jenis manusia yang suka muluk-muluk, tapi terkadang ada batasan-batasan yang harus kita tentukan untuk kebaikan dimasa mendatang. Maka mulailah kukorek-korek bagaimana sih kriteria menantu impian Ayah dan Ibundaku. Ternyata ribet juga. Kemana harus mencarinya.
“Tidak usah yang bekerja di Hukum, Pajak dan Keuangan.” Ujar ibundaku.
“Memang kenapa Bu?”tanyaku penasaran
“Hah… memang kamu nggak lihat itu di Tipi-tipi. Ibu nggak mau dapat menantu kayak gitu.” Ibu menjelaskan.
Weleh-weleh… ibu ada-ada saja. Tapi nggak apa-apa, aku juga kurang suka. Hehehe…
“Kalau Guru atau Dosen kan lebih enak, nanti hari liburnya banyak. Kalian bisa pulang bareng anak-anak tuk menjenguk ibu, ibukan juga pengen main-main sama cucu.” Ibu menjelaskan.
Iya juga… pikirku. “Tapi kan belum tentu bisa dapet yang seperti itu Bu?” tanyaku lagi.
“Ya… itukan pengennya ibu aja. Kalau dapet yang lain ya sudah. Mungkin itu jodohmu.”
Gubraaaaaaaaaaak… sama aja dengan nggak… Huft…
“Cari orang Jawa…!” Ibu menyarankan.
“Memang kenapa Bu.” Tanyaku penasaran lagi.
“Ya mereka biasanya lebih ringan tangan membantu istri, kalau kamu nanti sedang mengandung, dia nggak akan segan-segan bantu urusan rumah.” Ujar ibu.
“Oo… begitu. Kalau orang Sumatera memang kenapa?”
“Ya nggak apa-apa. Ayahmu aja orang Sumatera. Nilai aja sendiri.” Ibu ngeles.
Aku jadi tau, kepandaianku mengeles kalau sedang berbicara diwariskan dari siapa. Hahaha…. Ayahku orang yang sangat bertanggung jawab. Tapi memang, agak pemarah. Hihihi… jangan bilang-bilang Ayah ya Bu. Rahasia.
“Nggak usah nyari yang tampan…!”
Lha ibu ini banyak ngak usahnya… jadi bingung deh.
“Emang kenapa sih Bu? Ayahku tampan kok… Hihihi.”
“Iya, tampannya setelah nikah sama Ibu. Hehehe…” ibu terkekeh. “Ya paling tidak menyenangkan hati bila dipandang.” Ibu tersenyum, kurasa sedang membayangkan wajah Ayahku yang tampan itu, (tampan bagi ibuku). Hohoho….
“Ibu tau, kamu itu orangnya pencemburu. Nanti kalau suamimu banyak fansnya, kamu juga yang repot.” Jawab ibu asal-asalan.
Tapi menurutku masih masuk akal. Ada benarnya juga. Hmm… Bagiku, tak sulit mencintai seseorang, asalkan saja dia sudah jadi suamiku. Begitulah umumnya seorang wanita. Jika dia sudah mencintai seseorang (suaminya) maka cintanya hanya untuk seseorang itu. Seluruh hidupnya hanya untuknya (suaminya) dalam rangka ibadah kepada Allah swt. Bukankah kebanyakan wanita berada di Neraka salah satunya karena durhaka pada suaminya?? (Jadi teringat tulisan seseorang).
“Umur nggak menjamin tingkat kedewasaan seseorang dalam berprilaku Nak. Jadi kamu harus siap apakah dia lebih tua atau lebih muda darimu. Nggak usah berharap dapet yang sepanteran. Orang temen-temenmu udah pada nikah semua. Kamu aja yang ketinggalan kereta.”
“Yah ibu…. Harapan itu masih ada.” Aku mengepalkan tanganku dan mengankatnya ke langit. Artinya: tetap semangat. Hehe….
Ibu kembali memotong-motong sayur yang dari tadi tak jadi-jadi disianginya karena berbicara denganku. Baru sekali potong ibu berhenti. Lalu beliau melihat ke arahku. Tatapannya penuh curiga.
“Lho dari tadi kok kamu nanya-nanya calon menantu impian ibu sih, kamu mau nikah ya??”
Gubraaaaaaaaaaaaaaaak…. Capek deh… aku merebahkan badanku, menirukan orang pingsan.
“Bukan Bu, just a little question aja… siapa tau masuk dalam soal ujian besok.”
Kami tertawa geli.****

Halah… mau curhat kok jadi cerpen. Xixixixi… Hmmm… kacau…..
Guyonan dipagi yang cerah, tapi sepi.

Kamar Inspirasi,
Bogor.
Sabtu,5/3/2011
Ketika Hati Rindu Menikah… Utarakan pada NYA. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar