Laman

Hikmah Ikhlas

Minggu, 13 Maret 2011

Naskah Lomba THE AMAZING HIDAYAH

Mata-Mata Penyejuk Hati
Oleh Ica Alifah
Pernah merasakan gelisah walau hari-hari yang kamu lalui baik-baik saja? atau resah padahal kesenangan selalu menyapamu? Atau pernahkah hatimu gundah padahal kesedihan tak sedikit pun menghampirimu? Lalu apa sebenarnya yang terjadi padamu? Entahlah… aku pun tak tahu. Apa saja yang aku inginkan cepat atau pun lambat Allah swt. selalu mengabulkannya. Namun ada yang merisaukan di sini. Di dalam hatiku. Entah apa itu, aku belum tahu.

Aku berkuliah di Universitas Negeri. Kata orang-orang aku lumayan pintar. Tampang juga tak jelek-jelek amat kalau tak mau dibilang manis. Gampang bergaul sehingga temanku cukup banyak. Saat itu aku memang belum berjilbab, tomboy pula. Tetapi aku juga tidak senang diperlakukan orang seenaknya saja. Tiba-tiba seorang temanku yang laki-laki memegang kepalaku, menarik-narik rambutku atau memegang tanganku, aku tidak suka. Tetapi yang aku herankan teman-temanku yang usil itu tidak berani seperti itu terhadap wanita berjilbab dalam. Kenapa mereka memperlakukan aku begitu berbeda dengan wanita-wanita berjilbab dalam itu? Aku bertanya-tanya dalam hatiku.
Aku mulai tertarik mengamati keseharian mereka. Mereka begitu khusus, begitu dihormati dan dihargai. Memandang mereka menyejukkan mata. Tak ada mata-mata liar yang berani memandang. Sekali pandang mungkin mata-mata liar itu langsung ingat Tuhannya. Semakin lama, semakin sering aku mengamati mereka. Memang tak ada manusia yang sempurna. Tapi upaya mereka menjaga diri dengan berpakaian sopan seperti itu, patut dicontoh. Siapa tahu aku bisa berubah seperti mereka.
Hari berganti hari. Perubahan yang ada pada diriku hanya sedikit saja. Semulanya aku tidak menggunakan jilbab, sedangkan sekarang aku sudah berjilbab. Ya… jilbab kecil, asalkan menutupi rambut saja sudah cukup. Penampilan masih yang lama, baju lengan panjang dan celana panjang. Ku pikir aku sudah menutup aurat, tetapi mengapa masih ada sesuatu yang mengusik hatiku. Rasa tak nyaman semakin mengelayuti jiwa. Serasa mata-mata itu memandang tak baik. Padahal baju yang aku kenakan tidak mengundang sama sekali. Biasa saja… tidak ketat, tidak pula tipis. Tetap saja mata-mata itu menggangguku. Mengusik harga diriku. Berani sekali mereka melihatku seperti itu. Seperti melihat barang dengan diskon 99%. Liurnya hampir-hampir tumpah sangking murahnya. Apa yang salah denganku? berhari-hari aku memikirkannya. Berhari-hari pula aku tak mendapatkan jawabanya. Benar-benar dilema.
Tidak tahu kerasukan apa. Aku rajin sekali mengikuti pengajian di kampusku. Banyak yang aku pelajari di sana terutama tentang agama. Maklum saja di keluargaku, kami berperilaku baik saja sudah cukup. Aku memang sudah merasa, sebenarnya pengetahuanku tentang agamaku dangkal sekali. Inilah kesempatanku menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Dengan begitu aku mesti bergaul dengan mereka. Aku baru tahu mereka wanita-wanita berjilbab dalam itu sering disebut dengan akhowat, sedangkan para lelaki yang matanya sering tertunduk itu disebut ikhwan. Aku sering mengamati ikhwan dan akhowat jika berbicara di koridor kampus untuk keperluan tertentu. Jarang-jarang peristiwa seperti itu terjadi. Tapi hal yang membuat pemandangan pembicaraan itu menarik, paling tidak bagiku, jika aku perhatikan mereka berbicara tanpa saling pandang. Bagiku itu hal yang aneh. Namun setelah bergaul dengan mereka nantinya  aku akan tahu mengapa mereka seperti itu.
Aku selalu rutin mengikuti pengajian kampus. Lalu semakin rajin terlibat di Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Hari berganti hari, jilbab yang aku kenakan semakin dalam dan rapih. Celana panjang gombrang dan celana gunung yang banyak kantongnya di sana sini yang sering kali aku pakai ke kampus mulai aku pensiunkan. Berganti rok panjang yang longgar. Sendal gunung dan sepatu olahraga yang sering aku gunakan berangsur-angsur berganti sepatu khas wanita. Hampir semuanya berubah. Mungkin inilah yang namanya hidayah. Petunjuk dari Allah. Aku bersyukur datangnya berangsur-angsur. Sehingga perubahanku mengikuti petunjuk itu benar-benar dengan kepahaman, bukan sekedar ikut-ikutan teman. Yang namanya ikut-ikutan seringkali berubah baik dalam sekejap lalu berubah jahil lagi dalam sekejap pula. Aku tak mau seperti itu.
Banyak yang terkejut dengan perubahanku. Tidak sedikit yang mendukung, namun banyak pula yang seakan menolak. Terutama keluargaku. Ibu yang khawatir aku mengikuti pengajian sesat berkali-kali menasehatiku untuk tidak melakukan sesuatu di luar kewajaran. Karena di keluarga kami tidak ada yang berjilbab dalam saat itu. Berarti berjilbab dalam tidak wajar bagi ibuku. Susah payah aku meyakinkan beliau, bahwa apa yang aku lakukan ini benar sesuai dengan tuntunan Islam. Namun beliau masih belum dapat menerima seluruh penjelasanku. Aku selalu berdo’a suatu saat nanti Ibu akan faham dengan apa yang aku lakukan. Aku tahu, Ibu hanya khawatir padaku.
Teman-teman akrabku di kelas serasa menjauh. Mereka mulai segan padaku. Yang dulunya kemana-mana kami selalu bergerombol bersama-sama. Namun sekarang tidak lagi. Barangkali itu juga karena aku sibuk dengan diriku sendiri. Yang selalu banyak agenda diorganisasi dan laboratorium. Namun wanita-wanita berjilbab dalam itu membuka lebar tangannya menyambutku. Mata-mata itu berhenti menggangguku. Hari-hariku diisi oleh Mata-mata penyejuk hati dan mata-mata yang sering tertunduk. Menghargaiku dengan penuh hormat. Sepertinya inilah yang aku cari selama ini.
Tentu bukan hanya penampilan fisik saja yang berubah. Perubahan juga terlihat dari kondisi ruhiyah yang terus mencoba merangkak naik. Dari shalat wajib dan sunnah, tilawah, shaum, serta amalan harian lainnya yang terus ku coba untuk merutinkannya. Pemikiran yang dangkal tentang Islam juga mulai ku ubah, karena Islam bersifat syamil dan mutakamil (menyeluruh dan sempurna). Tertatih-tatih aku mencoba menjadi muslim yang kaffah. Kesinergisan antara kondisi fisik dan rohani tersebut menghasilkan sebuah rasa. Sebuah rasa yang telah lama kucari-cari. Kedamaian jiwa untuk taat pada Rabb-nya. Maka kan ku genggam hidayah ini erat-erat selamanya.

Biodata Penulis
Nama lengkap penulis adalah Lysa Simanjuntak, sedangkan nama pena penulis Ica Alifah. Penulis yang dilahirkan di Padangsidempuan, 7 Agustus 1986 merupakan Mahasiswi tingkat satu di Pascasarjana IPB (Institut Pertanian Bogor). Beralamat di Jalan Raya Dramaga Bogor, Jawa Barat 16680. Alamat email ica.alifah@yahoo.com. Penulis dapat di hubungi di nomor 0853650187xx.

TULISAN INI DIIKUTSERTAKAN DALAM LOMBA THE AMAZING HIDAYAH.

Naskah ke-12. Masih Menunggu.


Tahun 2007

                                 
Tahun 2008



Tahun 2009







Tidak ada komentar:

Posting Komentar