Laman

Hikmah Ikhlas

Kamis, 17 Maret 2011

Pergi Tak Kembali

Oleh Ica Alifah

Lukisan alam selalu indah. Senja di desaku didominasi langit berwarna merah. Pertanda matahari telah beringsut-ingsut tenggelam. Hari ini memang langit tak begitu cerah. Tampak angin terus saja membawa awan gelap ke tengah laut.
“Dek, Mas berangkat dulu ya.” Suamiku tercinta pamit hendak melaut.
Aku menyalaminya, lalu ikut berjalan mengiringinya hingga ke pantai. Kutatap wajahnya lekat-lekat. Bersinar cerah sekali. Ada tanda hitam di keningnya, menandakan sujud-sujud panjangnya ketika shalat.

“Mas… ndak usah melaut dulu. Kok saya lihat ombaknya kencang ya Mas?” tanyaku sambil terus memandangi wajah teduhnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Seakan tak rela melepasnya pergi.
“Biasanya juga ombaknya segini Dek… ndak apa-apa. Bismillah saja.” Ujarnya sambil tersenyum padaku. Lalu diangkatnya perlengkapan untuk menangkap ikan di tangan kanannya.
Aku terdiam. Tak punya alasan lagi untuk menahannya agar dia tak pergi.
Dia melangkah meninggalkanku. Tetapi tiba-tiba ia berhenti dan memungut sebuah ranting. Tangannya lincah meliuk-liukkan ranting itu di atas pasir. Lalu tanpa menoleh ia berjalan perlahan menuju pinggir laut, di sana telah menunggu sebuah kapal kecil yang bergoyang-goyang dihempas ombak. Kulihat apa yang dituliskannya di pasir tadi. Aku pergi untuk kembali.
***
Aku duduk termenung di tepi laut bersama buah hatiku. Menantikan suamiku tercinta pulang dari melaut. Rasyid berlari-lari di pinggir pantai. Anakku yang masih lima tahun itu memang lincah.
“Marni….” Teriak Mas Narno seorang nelayan teman suamiku. Ia berlari-lari kecil tak sabar untuk menghampiriku.
“Marni, kapal suamimu karam di laut,” ujarnya. Nafasnya tersengal-sengal. “Kami sudah mencari jasadnya. Tapi tak juga kami temukan. Semua nelayan yang berlayar tadi malam masih meyelam untuk menemukan suamimu.”
Jantungku serasa akan copot mendengarnya. Badanku lemas dan nafasku sesak.
“Astaghfirullah…” aku mengucap lirih. Lalu tubuhku rebah. Tak berdaya.
***
Sebulan lamanya setelah suamiku pergi. Tapi ia tak pernah kembali. Aku tak tahu apakah ia masih hidup, jasadnya tak pernah ditemukan. Aku hanya bisa menatap laut berharap suamiku akan pulang. Aku rindu menatap sinar wajahnya. Kuingat kembali tulisannya di atas pasir. Apakah maksudmu pergi untuk kembali Mas? Mungkinkah maksudmu kembali pada Sang Khalik? Aku bertanya dalam hati.
“Buk ayah di mana?” Rasyid anakku bertanya.
Aku hanya bisa diam seribu bahasa. Bulir-bulir di sudut mataku tumpah. Entah sudah berapa kali Rasyid menanyakan hal yang sama. Aku selalu mengatakan ayahnya di laut. Anak sekecil Rasyid mungkin belum mengerti tentang kehilangan. Kukumpulkan tenaga untuk menjawabnya.
“Ayah sudah pergi Nak. Takkan pernah kembali.” Jawabku sambil terisak.
***
-387 kata tidak termasuk judul-

Biodata Penulis
Nama lengkap penulis adalah Lysa Simanjuntak, sedangkan nama pena penulis Ica Alifah. Penulis yang dilahirkan di Padangsidempuan, 7 Agustus 1986 ini masih sangat baru di dunia kepenulisan. Penulis merupakan Mahasiswi tingkat satu di Pascasarjana IPB (Institut Pertanian Bogor). Beralamat di Jalan Raya Dramaga Asrama Melati N0.48 Depan Kampus IPB RT. 02 RW. 06 Babakan Doneng Dramaga Bogor, Jawa Barat 16680. Alamat email ica.alifah@yahoo.com. Penulis dapat di hubungi di nomor 085365018794. Atau dapat mengunjungi FB dengan alamat http://www.facebook.com/Ica.BP .






Tidak ada komentar:

Posting Komentar