Laman

Hikmah Ikhlas

Minggu, 03 April 2011

Ujian Tingkat Kecintaan


Ya…, memang mempertahankan cinta yang tak nyata sangatlah sulit, sama sulitnya dengan mengarahkan busur anak panah pada kijang yang berlari. Tapi, ini semua adalah pemberian Allah, dan Allah pula yang akan menjaga dan mengambilnya dari hatiku. (Sujud Cinta di Masjid Nabawi). Tak sabar rasanya ingin membaca buku ini... ingin tahu, apa kisahnya berakhir sama dengan kisah itu.

Ah… rasanya aku sudah puas menangis. Ujian dari Allah… kuharap kali ini aku lulus seperti yang sudah-sudah. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Setiap pilihan butuh pengorbanan. Kurasa Allah hanya ingin melihat seberapa besar kecintaanku pada Al Qur’an. Apakah aku bersedia mengorbankan sesuatu untuk meraih cita-citaku sebagai penghafal Qur’an. Itu saja…

“Tak perlu khawatir masalah jodoh,” ujar ustadz saat taujih kemarin. Aku masih ingat kalimat-kalimat yang beliau katakan, kira-kira intinya begini, “Allah akan menguji hamba-hambanya tepat pada titik kelemahannya. Jika titik kelemahannya adalah harta, maka Allah akan mengujinya dengan harta, jika titik kelemahannya adalah jabatan maka Allah akan mengujinya dengan jabatan pula… jika titik kelemahan antuna sekalian adalah Ar Rijal, maka Allah akan menguji dengan Ar Rijal pula, bukan dengan yang lainnya.”

Beliau berharap sekali kami semua dapat menuntaskan program hafalan ini. Minimal satu tahun, sebab banyak kisah saat akhwat itu belum menjadi penghafal Qur’an tak ada satu pun Ar-Rijal yang datang meminang. Namun ketika program hafalannya berjalan bahkan masih baru saja dimulai, terkadang lebih dari satu Ar Rijal yang datang untuk meminang. Maka cermati dulu… jangan langsung menerima. Barangkali pinangan itu merupakan ujian dari Allah. Maka bersabarlah… dan tuntaskan, sebab untuk para penghafal Qur’an tentu saja Allah akan mempersiapkan yang lebih baik insya Allah, sebab jodoh telah diatur. Maka tak berlebihan kiranya peraturan itu. Kami semua pun menyanggupinya Insya Allah. Semoga Allah merahmati kami semua. Aamiin.

Bogor, 4 Juni 2011
Bersama sunyi masih di Lorong Atas  AM
Tuhan boleh aku menangis?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar